Sabtu, 05 Juli 2014

KEBIJAKAN PEMERINTAH EKONOMI MAKRO ERA SBY

Bentuk-bentuk kebijakan ekonomi yang akan dilakukan oleh negara sangat tergantung pada tujuan-tujuan yang ingin dicapainya. Setiap kebijakan ekonomi bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi. Disebutkan dalam Nanga (2001) secara umum, kebijakan makro ekonomi (macroeconomic policy) didefinisikan sebagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai masalah makro-ekonomi (macroeconomic problems) yang dihadapi oleh suatu perekonomian, seperti pengangguran (unemployment), pertumbuhan ekonomi yang lamban (slow economic growth) defisit neraca pembayaran (balance of payment deficit) dan lain sebagainya.
A.   Tujuan-Tujuan Kebijakan Ekonomi Makro Dapat dibedakan Menjadi Empat Variabel
1.      Price Level Stability (Stabilitas Tingkat Hara Umum)
2.      High Employment Level (Tingginya Tingkat Kesempatan Kerja) 
3.      Long-Term Economic Growth 
Pertumbuhan ekonomi yang ideal adalah : (1) berlangsung terus menerus, (2) disertai dengan terciptanya lapangan kerja, (3) tidak merusak lingkungan, (4) lebih tinggi daripada laju pertumbuhan penduduk, (5) disertai dengan distribusi pendapatan yang adil, (6) kontribusi sektoral yang merata, (7) tidak meninggalkan sektor pertanian, (8) kenaikannya riil, (9) penyumbang terbesar PDB adalah warga domestik, bukan asing, dan lainnya.
4.      Exchange Rate Stability 
Nilai tukar merupakan nilai uang secara eksternal, yang tinggi rendahnya berdampak pada berbagai aspek ekonomi dan sosial lainnya, misalnya : (1) impor dan ekspor, (2) APBN dan APBD, (3) kesehatan dan pendidikan, (4) transportasi, (5) industri dalam negeri, (6) politik, (7) daya beli masyarakat, (8) dunia perbankan, (9) sektor pertanian, kelautan, peternakan dst, (10) sektor properti , dan sebagainya.
B.    Kebijakan-kebijakan Ekonomi Makro
Bentuk-bentuk Kebijakan Ekonomi Makro. Kebijakan dari segi / aspek permintaan / pengeluaran, meliputi:
1.      Kebijakan Fiskal
Yaitu kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran negara. Atau kebijakan pemerintah yang membuat perubahan dalam bidang per-pajakan (T) dan pengeluaran pemerintah (G) dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran /permintaan agregat dalam perekonomian Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan. Caranya dengan : menambah atau mengurangi PAJAK dan SUBSIDI.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
2.      Kebijakan Moneter
Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a.  Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
b. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy. Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
3.      Kebijakan Segi Penawaran.
Merupakan kebijakan pendapatan (incomes policy), yaitu langkah pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan kerja. Tujuan ini dilaksanakan dengan berusaha mencegah kenaikan pendapatan yang berlebihan. Pemerintah akan melarang tuntutan kenaikan upah yang melebihi kenaikan produktivitas pekerja. Kebijakan seperti itu akan menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan.
Kebijakan segi penawaran lebih menekankan kepada:
a.    Meningkatkan kegairahan tenaga kerja untuk bekerja
b. Meningkatkan usaha para pengusaha untuk mempertinggi efisiensi kegiatan produksinya.

C. Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Makro Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
1.    Kebijakan ekonomi makro yang telah direncanakan sebagai berikut:
·   Kebijakan moneter akan secara konsisten dilakukan dengan mengacu kepada Inflation Targeting Framework (ITF). Meskipun demikian, pelaksanaan dari ITF tersebut akan dilakukan dengan tetap mengupayakan keseimbangan yang optimal antara mempertahankan kestabilan harga, menjaga ketenangan pasar keuangan, mengawal integritas sistem, dan menggairahkan sektor riil. Guna mendukung implementasi ITF, maka langkah-langkah penyempurnaan kebijakan moneter di tingkat operasional juga akan terus dilakukan.
·        Sementara itu, di bidang perbankan, dari krisis finansial global yang terjadi, maka langkah-langkah memperkuat manajemen risiko dan prinsip good governance di lembaga-lembaga keuangan bank dan nonbank perlu makin diperkuat. Selain itu, mitigasi risiko di sektor keuangan juga perlu dilakukan dengan memperkuat surveillance, baik di tingkat makro maupun mikro. Pengawasan dini yang diterapkan Bank Indonesia dengan mengembangkan model deteksi dini antara lain stress tests, financial stability index, dan analisis probability of default, perlu terus disempurnakan.
·         Kebijakan fiskal secara umum akan tetap diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara tetap memberikan stimulus keperekonomian dan mempertahankan kesinambungan fiskal. Dalam jangka pendek, rencana stimulus fiskal sebagai bagian dari kebijakan publik yang bersifat countercyclical guna menahan pelemahan ekonomi yang lebih dalam, diharapkan dapat berjalan optimal dan tepat waktu. Dalam jangka menengah, langkah-langkah optimalisasi penerimaan negara perlu terus dilakukan dengan tetap memperhatikan perlunya insentif fiskal untuk sektor-sektor prioritas guna tetap memacu investasi di dalam negeri. Dari sisi pengeluaran, perlu adanya suatu mekanisme kebijakan yang yang menekankan pencapaian hasil tertentu atas alokasi anggaran yang telah disediakan. Selain itu, berdasarkan pengamatan terhadap perkembangan realisasi APBD beberapa tahun terakhir, perlu diciptakan suatu mekanisme untuk mengoptimalkan pemanfaatan surplus di pemerintah daerah guna meningkatkan stimulus fiskal di daerah.
·        Koordinasi fiskal dan moneter mutlak diperlukan demi terciptanya konsistensi dan keselarasan kebijakan yang diambil. Kemitraan strategis dan koordinasi yang selama ini telah terjalin antara Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus dipererat.Dalam penetapan sasaran inflasi misalnya, koordinasi yang baik dan harmonisasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel. Dalam hal pengendalian inflasi, langkah-langkah koordinasi kebijakan yang selama ini telah berlangsung melalui Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi, Tim Pengendalian Inflasi dan Tim Koordinasi Stabilisasi Pangan Pokok akan terus diperkuat dan ditingkatkan. Selain itu, upaya pengendalian inflasi di tingkat daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang merupakan koordinasi antara instansi terkait di daerah dengan Kantor Bank Indonesia akan terus diintensifkan.
2.   Kebijakan Ekonomi Makro yang dilaksanakan
Kebijakan ekonomi makro yang dilaksanakan sebagai berikut:
1)      Kebijakan Fiskal
·         Subsidi:
Ø  Subsidi Energi: BBM (Pertamina) dan Listrik (PLN)
Ø  Subsidi non energy
·         Pajak
Ø  Pajak Dalam Negeri
1. Pajak Penghasilan: PPh Migas dan PPh Non Migas
2. Pajak pertambahan nilai
3. Pajak bumi dan bangunan
4. BPHTP
5. Cukai
6. Pajak lainnya
Ø  Pajak Perdagangan Internasional
1. Bea Masuk
2. Bea Keluar
·         Pinjaman Luar Negeri
2)      Kebijakan Moneter
·   Kebijakan moneter mengenai 5 (lima) aspek penting: kebijakan penguatan stabilitas moneter, kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan, kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan, penguatan kebijakan makro prudensial, dan penguatan fungsi pengawasan.
3)     Kebijakan Segi Penawaran
·         Membuat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
·     Peningkatan investasi melalui perbaikan ilkim investasi di pusat dan daerah sehingga kesempatan kerja baru dapat tercipta.
D.    Sasaran Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan persoalan utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, pemerintah yang akan datang bertekad untuk melanjutkan proses percepatan pembangunan ekonomi selama lima tahun ke depan. Diharapkan dengan pulihnya perekonomian global dalam 1-2 tahun mendatang, capaian tertinggi yang pernah dicapai oleh laju pertumbuhan perekonomian Indonesia sebelum krisis sekitar 7 persen sudah dapat dipenuhi sebelum tahun terakhir masa 2009-2014 ini. Percepatan laju pertumbuhan ekonomi ini diharapkan mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka hingga di sekitar 5-6 persen pada akhir tahun 2014. Kombinasi antara percepatan pertumbuhan ekonomi dengan berbagai kebijakan intervensi pemerintah yang terarah diharapkan dapat mempercepat penurunan tingkat kemiskinan absolut menjadi sekitar 8-10 persen pada akhir 2014. Untuk memenuhi sasaran percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah yang akan datang bertekad untuk melanjutkan kebijakan makroekonomi yang terukur dan bijaksana, sehingga inflasi dapat dikendalikan pada tingkat rendah yang sebanding dengan negara-negara setaraf dengan Indonesia yaitu sekitar 3-5 persen per tahun. Inflasi yang terkendali memungkinkan nilai tukar dan suku bunga yang kompetitif sehingga mendorong sektor riil bergerak dan berkembang dengan sehat.
Tiga belas program aksi sebagai berikut: (1) Program aksi bidang pendidikan; (2) Program aksi bidang kesehatan; (3) Program aksi penanggulangan kemiskinan; (4) Program aksi Penciptaan Lapangan Kerja; (5) Program aksi pembangunan infrastruktur dasar; (6) Program aksi ketahanan pangan; (7) Program aksi ketahanan dan kemandirian energi; (8) Program aksi perbaikan dan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik; (9) Program aksi penegakan pilar demokrasi; (10) Program aksi penegakan hukum; (11) Program aksi pembangunan yang inklusif dan berkeadilan; (12) Program aksi bidang lingkungan hidup; (13) Program aksi pengembangan kebudayan
E. Beberapa Agenda yang Belum Tuntas dilaksanakan Selama 1 Tahun Pemerintahan SBY:
1. Penurunan tingkat kemiskinan yang belum mencapai target. Tingkat kemiskinan memang menurun dari 17,7 persen pada tahun 2006 menjadi 15,4 persen tahun 2008, bahkan menjadi sekitar 13 persen tahun 2010. Jika angka ini dapat dipercaya, rekor kemiskinan tersebut adalah paling rendah, baik besaran maupun persentasenya selama 12 tahun terakhir. Kendati demikian, angka itu masih jauh dari target kemiskinan awal yang hanya 8,2 persen tahun ini.
2.  Perlunya peningkatan ”kualitas” pertumbuhan ekonomi. Pascakrisis 1998, Indonesia mengalami masa pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah, rata-rata hanya sekitar 4,5 persen per tahun. Tabel 1 menunjukkan perbandingan kinerja pertumbuhan ekonomi pada era Presiden Megawati dan SBY. Tahun 2008 perekonomian Indonesia mampu mencapai tingkat pertumbuhan 6,1 persen. Bahkan pada saat krisis keuangan global, Indonesia tetap mampu tumbuh 4,5 persen tahun 2009. Terbukti krisis keuangan global 2008 berdampak tidak sehebat krisis Asia 1998. Ketahanan ekonomi Indonesia kini jauh lebih kuat dibanding 12 tahun lalu dilihat dari berbagai indikator ekonomi kunci. Hanya tiga pasar yang terguncang akibat krisis 2008, yaitu pasar modal, pasar valas, dan ekspor. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menembus di atas 2.800, tetapi anjlok drastis hingga 1.111. Penyebabnya adalah 67 persen Bursa Efek Indonesia dikuasai oleh para pemain asing. Kurs rupiah yang stabil di level Rp 9.000-Rp 10.000 era SBY sempat melemah terhadap dollar AS hingga hampir mencapai Rp 13.000. Ekspor juga merosot hingga 30 persen selama Januari-April 2009 dibanding tahun sebelumnya.
3. Dampak krisis ekonomi terhadap pengangguran baru terasa pada tahun-tahun pasca krisis 1998. Ini terlihat dari tingkat pengangguran akibat PHK besar-besaran dan banyaknya penutupan usaha yang terus meningkat. Tahun 1998, pengangguran di Indonesia meningkat menjadi sebesar 5,5 persen. Pada tahun-tahun berikutnya pengangguran terus meningkat sampai menyentuh 10,28 persen pada 2006, turun menjadi 9,9 persen pada 2007, 8,5 persen pada 2008, 7,87 persen pada 2009, dan akhirnya 7,4 persen pada Februari 2010. Relatif tingginya angka pengangguran mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang di bawah 6 persen pascakrisis belum mampu menyerap tambahan tenaga kerja baru dan mengurangi kemiskinan secara substansial. Inilah fenomena jobless growth.
4. Perlunya komitmen zero tolerance on corruption diterapkan dari pejabat pusat hingga daerah. Tanda tangan pakta integritas bagi para menteri perlu diperluas untuk semua pejabat Indonesia. Perbaikan tata kelola birokrasi/pemerintahan, reformasi birokrasi, perbaikan sistem pengawasan dan audit, beserta tindakan tegas bagi koruptor harus menjadi prioritas untuk memerangi korupsi yang sudah ”berjemaah dan ber-shaf-shaf”.
5.  Akselerasi pembangunan infrastruktur. Hasil survei yang dilakukan Forum Ekonomi Dunia yang berjudul Global Competitiveness Report 2009-2010 menunjukkan bahwa tidak memadainya kualitas infrastruktur di Indonesia menempati masalah mendasar ”Doing Business in Indonesia 2010” setelah birokrasi pemerintah yang tidak efisien. Kendati agak membaik dibanding tahun sebelumnya, Indonesia masih merupakan yang paling lemah dibanding negara lain di Asia Tenggara dalam hal ketersediaan infrastruktur. Padahal, peningkatan infrastruktur merupakan program pilihan kedelapan yang ditetapkan Presiden SBY dari 15 program pilihan yang wajib diimplementasikan dalam jangka waktu 100 hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu II. Namun, setelah satu tahun berlalu, pembangunan infrastruktur relatif berjalan lambat di Indonesia.

Tabel 1 Kinerja Presiden SBY Dibanding Era Megawati, 2002-2010
(rata-rata per tahun) Indikator ekonomi & sosial
Megawati-Hamzah Haz
SBY-JK
SBY-Boediono
Tahun 2002-2004
Tahun 2004-2009
Tahun 2009-2010
Pertumbuhan PDB (%)
4,77
5,51
5,2
Kemiskinan (%)
17,43
16,09
13,74
Pengangguran (%)
9,53
9,46
7,64
Sumber: Sumber: BPS (2010); Kuncoro (2009)
F.     Saran
Sebagai warga negara Indonesia, kita harus turut serta mendukung pelaksanakan kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang telah dibuat. Pemerintah juga seharusnya tidak melihat dari pertumbuhan ekonomi makro saja, tetapi juga harus memperhatikan pemerataan kesejahteraan ekonomi masyarakat.


Sumber:
Case, K. & Fair, R. 2007. Prinsip-prinsip Ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter. 2009. Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2011. Jakarta: Bank Indonesia.
Kuncoro, Mudrajat. 21 Oktober, 2010. Satu Tahun SBY-nomics. Compas.com(Online),(http://cetak.kompas.com/read/2010/10/21/03040298/satu.tahun.sby-nomics , diakses 23 April 2011).
Sukirno, Sadono. 2004. MAKROEKONOMI. Jakarta: Rajawali Pers.
Yudhoyono, S. & Boediono. 2009. Membangun Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan. Visi, Misi dan Program Aksi. Jakarta:__________, 2010. Kebijakan Ekonomi Makro. (Online), (http://roroadityanovi.blogspot.com/2010/05/kebijakan-ekonomi- makro.html, diakses 23 April 2011).______, 2010. Memahami Makroekonomi. (Online),(http://awalilrizky.blogspot.com/2010/03/memahami-makroekonomi-1-pengenalan-awal.html, diakses 23 April 2011). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar