Bentuk-bentuk
kebijakan ekonomi yang akan dilakukan oleh negara sangat tergantung pada
tujuan-tujuan yang ingin dicapainya. Setiap kebijakan ekonomi bertujuan untuk
mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi. Disebutkan dalam Nanga (2001) secara umum, kebijakan makro
ekonomi (macroeconomic policy) didefinisikan sebagai kebijakan yang diambil
oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai masalah makro-ekonomi (macroeconomic
problems) yang dihadapi oleh suatu perekonomian, seperti pengangguran (unemployment),
pertumbuhan ekonomi yang lamban (slow economic growth) defisit neraca
pembayaran (balance of payment deficit) dan lain sebagainya.
A. Tujuan-Tujuan Kebijakan Ekonomi Makro Dapat dibedakan Menjadi Empat Variabel
1.
Price Level Stability (Stabilitas Tingkat Hara Umum)
2.
High Employment
Level (Tingginya Tingkat
Kesempatan Kerja)
3.
Long-Term Economic
Growth
Pertumbuhan
ekonomi yang ideal adalah : (1) berlangsung terus menerus, (2) disertai dengan
terciptanya lapangan kerja, (3) tidak merusak lingkungan, (4) lebih tinggi
daripada laju pertumbuhan penduduk, (5) disertai dengan distribusi pendapatan
yang adil, (6) kontribusi sektoral yang merata, (7) tidak meninggalkan sektor
pertanian, (8) kenaikannya riil, (9) penyumbang terbesar PDB adalah warga
domestik, bukan asing, dan lainnya.
4.
Exchange Rate Stability
Nilai tukar
merupakan nilai uang secara eksternal, yang tinggi rendahnya berdampak pada
berbagai aspek ekonomi dan sosial lainnya, misalnya : (1) impor dan ekspor, (2)
APBN dan APBD, (3) kesehatan dan pendidikan, (4) transportasi, (5) industri
dalam negeri, (6) politik, (7) daya beli masyarakat, (8) dunia perbankan, (9)
sektor pertanian, kelautan, peternakan dst, (10) sektor properti , dan
sebagainya.
B. Kebijakan-kebijakan
Ekonomi Makro
Bentuk-bentuk
Kebijakan Ekonomi Makro. Kebijakan dari segi / aspek permintaan / pengeluaran,
meliputi:
1.
Kebijakan Fiskal
Yaitu
kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah penerimaan dan
pengeluaran negara. Atau kebijakan pemerintah yang membuat perubahan dalam bidang
per-pajakan (T) dan pengeluaran pemerintah (G) dengan tujuan untuk mempengaruhi
pengeluaran /permintaan agregat dalam perekonomian Kebijakan ini diambil untuk
menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan
ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan. Caranya dengan : menambah
atau mengurangi PAJAK dan SUBSIDI.
Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku
akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
2.
Kebijakan Moneter
Kebijakan
yang diambil oleh Bank Sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang
beredar di masyarakat. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat
diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan
moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. Adalah
suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
b. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy. Adalah
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
3.
Kebijakan Segi
Penawaran.
Merupakan
kebijakan pendapatan (incomes policy), yaitu langkah pemerintah yang bertujuan
mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan kerja. Tujuan ini dilaksanakan
dengan berusaha mencegah kenaikan pendapatan yang berlebihan. Pemerintah akan
melarang tuntutan kenaikan upah yang melebihi kenaikan produktivitas pekerja.
Kebijakan seperti itu akan menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan.
Kebijakan
segi penawaran lebih menekankan kepada:
a. Meningkatkan kegairahan tenaga kerja untuk bekerja
b. Meningkatkan usaha para pengusaha untuk mempertinggi efisiensi
kegiatan produksinya.
C. Kebijakan-Kebijakan
Ekonomi Makro Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
1. Kebijakan ekonomi makro yang telah direncanakan sebagai berikut:
· Kebijakan moneter akan
secara konsisten dilakukan dengan mengacu kepada Inflation Targeting Framework
(ITF). Meskipun demikian, pelaksanaan dari ITF tersebut akan dilakukan dengan
tetap mengupayakan keseimbangan yang optimal antara mempertahankan kestabilan
harga, menjaga ketenangan pasar keuangan, mengawal integritas sistem, dan
menggairahkan sektor riil. Guna mendukung implementasi ITF, maka
langkah-langkah penyempurnaan kebijakan moneter di tingkat operasional juga
akan terus dilakukan.
· Sementara itu, di bidang
perbankan, dari krisis finansial global yang terjadi, maka
langkah-langkah memperkuat manajemen risiko dan prinsip good governance di
lembaga-lembaga keuangan bank dan nonbank perlu makin diperkuat. Selain itu,
mitigasi risiko di sektor keuangan juga perlu dilakukan dengan memperkuat
surveillance, baik di tingkat makro maupun mikro. Pengawasan dini yang diterapkan
Bank Indonesia dengan mengembangkan model deteksi dini antara lain stress
tests, financial stability index, dan analisis probability of default, perlu
terus disempurnakan.
·
Kebijakan fiskal secara umum
akan tetap diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara tetap memberikan
stimulus keperekonomian dan mempertahankan kesinambungan fiskal. Dalam jangka
pendek, rencana stimulus fiskal sebagai bagian dari kebijakan publik yang
bersifat countercyclical guna menahan pelemahan ekonomi yang lebih dalam, diharapkan
dapat berjalan optimal dan tepat waktu. Dalam jangka menengah, langkah-langkah
optimalisasi penerimaan negara perlu terus dilakukan dengan tetap memperhatikan
perlunya insentif fiskal untuk sektor-sektor prioritas guna tetap memacu
investasi di dalam negeri. Dari sisi pengeluaran, perlu adanya suatu mekanisme
kebijakan yang yang menekankan pencapaian hasil tertentu atas alokasi anggaran
yang telah disediakan. Selain itu, berdasarkan pengamatan terhadap perkembangan
realisasi APBD beberapa tahun terakhir, perlu diciptakan suatu mekanisme untuk
mengoptimalkan pemanfaatan surplus di pemerintah daerah guna meningkatkan
stimulus fiskal di daerah.
· Koordinasi fiskal dan moneter mutlak diperlukan demi terciptanya konsistensi dan keselarasan
kebijakan yang diambil. Kemitraan strategis dan koordinasi yang selama ini
telah terjalin antara Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus dipererat.Dalam
penetapan sasaran inflasi misalnya, koordinasi yang baik dan harmonisasi
kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah akan menjadikan sasaran inflasi
lebih kredibel. Dalam hal pengendalian inflasi, langkah-langkah koordinasi
kebijakan yang selama ini telah berlangsung melalui Forum Koordinasi
Pengendalian Inflasi, Tim Pengendalian Inflasi dan Tim Koordinasi Stabilisasi
Pangan Pokok akan terus diperkuat dan ditingkatkan. Selain itu, upaya
pengendalian inflasi di tingkat daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah
yang merupakan koordinasi antara instansi terkait di daerah dengan Kantor Bank
Indonesia akan terus diintensifkan.
2. Kebijakan Ekonomi Makro yang
dilaksanakan
Kebijakan
ekonomi makro yang dilaksanakan sebagai berikut:
1)
Kebijakan Fiskal
·
Subsidi:
Ø Subsidi Energi: BBM (Pertamina) dan Listrik (PLN)
Ø Subsidi non energy
·
Pajak
Ø Pajak Dalam Negeri
1. Pajak Penghasilan: PPh Migas dan PPh Non Migas
2. Pajak pertambahan nilai
3. Pajak bumi dan bangunan
4. BPHTP
5. Cukai
6. Pajak lainnya
Ø Pajak Perdagangan Internasional
1. Bea Masuk
2. Bea Keluar
·
Pinjaman Luar Negeri
2)
Kebijakan Moneter
· Kebijakan moneter mengenai 5 (lima) aspek penting: kebijakan penguatan stabilitas moneter, kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan, kebijakan meningkatkan
ketahanan perbankan, penguatan kebijakan makro prudensial, dan penguatan fungsi
pengawasan.
3) Kebijakan
Segi Penawaran
·
Membuat Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
· Peningkatan investasi
melalui perbaikan ilkim investasi di pusat dan daerah sehingga kesempatan kerja
baru dapat tercipta.
D.
Sasaran Pembangunan
Ekonomi
Sesuai
dengan persoalan utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, pemerintah yang
akan datang bertekad untuk melanjutkan proses percepatan pembangunan ekonomi
selama lima tahun ke depan. Diharapkan dengan pulihnya perekonomian global
dalam 1-2 tahun mendatang, capaian tertinggi yang pernah dicapai oleh laju
pertumbuhan perekonomian Indonesia sebelum krisis sekitar 7 persen sudah dapat
dipenuhi sebelum tahun terakhir masa 2009-2014 ini. Percepatan laju pertumbuhan
ekonomi ini diharapkan mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka hingga di
sekitar 5-6 persen pada akhir tahun 2014. Kombinasi antara percepatan
pertumbuhan ekonomi dengan berbagai kebijakan intervensi pemerintah yang
terarah diharapkan dapat mempercepat penurunan tingkat kemiskinan absolut
menjadi sekitar 8-10 persen pada akhir 2014. Untuk memenuhi sasaran percepatan
pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah yang akan datang bertekad untuk
melanjutkan kebijakan makroekonomi yang terukur dan bijaksana, sehingga inflasi
dapat dikendalikan pada tingkat rendah yang sebanding dengan negara-negara
setaraf dengan Indonesia yaitu sekitar 3-5 persen per tahun. Inflasi yang
terkendali memungkinkan nilai tukar dan suku bunga yang kompetitif sehingga
mendorong sektor riil bergerak dan berkembang dengan sehat.
Tiga belas
program aksi sebagai berikut: (1) Program aksi bidang pendidikan; (2) Program
aksi bidang kesehatan; (3) Program aksi penanggulangan kemiskinan; (4) Program
aksi Penciptaan Lapangan Kerja; (5) Program aksi pembangunan infrastruktur
dasar; (6) Program aksi ketahanan pangan; (7) Program aksi ketahanan dan
kemandirian energi; (8) Program aksi perbaikan dan pelaksanaan tata kelola
pemerintahan yang baik; (9) Program aksi penegakan pilar demokrasi; (10)
Program aksi penegakan hukum; (11) Program aksi pembangunan yang inklusif dan
berkeadilan; (12) Program aksi bidang lingkungan hidup; (13) Program aksi
pengembangan kebudayan
E. Beberapa Agenda yang
Belum Tuntas dilaksanakan Selama 1 Tahun Pemerintahan SBY:
1. Penurunan tingkat kemiskinan yang belum mencapai target. Tingkat
kemiskinan memang menurun dari 17,7 persen pada tahun 2006 menjadi 15,4 persen
tahun 2008, bahkan menjadi sekitar 13 persen tahun 2010. Jika angka ini dapat
dipercaya, rekor kemiskinan tersebut adalah paling rendah, baik besaran maupun
persentasenya selama 12 tahun terakhir. Kendati demikian, angka itu masih jauh
dari target kemiskinan awal yang hanya 8,2 persen tahun ini.
2. Perlunya peningkatan ”kualitas” pertumbuhan ekonomi. Pascakrisis
1998, Indonesia mengalami masa pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah,
rata-rata hanya sekitar 4,5 persen per tahun. Tabel 1 menunjukkan perbandingan
kinerja pertumbuhan ekonomi pada era Presiden Megawati dan SBY. Tahun 2008
perekonomian Indonesia mampu mencapai tingkat pertumbuhan 6,1 persen. Bahkan pada
saat krisis keuangan global, Indonesia tetap mampu tumbuh 4,5 persen tahun
2009. Terbukti krisis keuangan global 2008 berdampak tidak sehebat krisis Asia
1998. Ketahanan ekonomi Indonesia kini jauh lebih kuat dibanding 12 tahun lalu
dilihat dari berbagai indikator ekonomi kunci. Hanya tiga pasar yang terguncang
akibat krisis 2008, yaitu pasar modal, pasar valas, dan ekspor. Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) sempat menembus di atas 2.800, tetapi anjlok drastis
hingga 1.111. Penyebabnya adalah 67 persen Bursa Efek Indonesia dikuasai oleh
para pemain asing. Kurs rupiah yang stabil di level Rp 9.000-Rp 10.000 era SBY
sempat melemah terhadap dollar AS hingga hampir mencapai Rp 13.000. Ekspor juga
merosot hingga 30 persen selama Januari-April 2009 dibanding tahun sebelumnya.
3. Dampak krisis ekonomi terhadap pengangguran baru terasa pada
tahun-tahun pasca krisis 1998. Ini terlihat dari tingkat pengangguran akibat PHK
besar-besaran dan banyaknya penutupan usaha yang terus meningkat. Tahun 1998,
pengangguran di Indonesia meningkat menjadi sebesar 5,5 persen. Pada
tahun-tahun berikutnya pengangguran terus meningkat sampai menyentuh 10,28
persen pada 2006, turun menjadi 9,9 persen pada 2007, 8,5 persen pada 2008,
7,87 persen pada 2009, dan akhirnya 7,4 persen pada Februari 2010. Relatif
tingginya angka pengangguran mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang di bawah 6 persen pascakrisis belum mampu menyerap tambahan
tenaga kerja baru dan mengurangi kemiskinan secara substansial. Inilah
fenomena jobless growth.
4. Perlunya komitmen zero tolerance on corruption diterapkan
dari pejabat pusat hingga daerah. Tanda tangan pakta integritas bagi para
menteri perlu diperluas untuk semua pejabat Indonesia. Perbaikan tata kelola
birokrasi/pemerintahan, reformasi birokrasi, perbaikan sistem pengawasan dan
audit, beserta tindakan tegas bagi koruptor harus menjadi prioritas untuk
memerangi korupsi yang sudah ”berjemaah dan ber-shaf-shaf”.
5. Akselerasi pembangunan infrastruktur. Hasil survei yang dilakukan
Forum Ekonomi Dunia yang berjudul Global Competitiveness Report
2009-2010 menunjukkan bahwa tidak memadainya kualitas infrastruktur di
Indonesia menempati masalah mendasar ”Doing Business in Indonesia 2010” setelah
birokrasi pemerintah yang tidak efisien. Kendati agak membaik dibanding tahun
sebelumnya, Indonesia masih merupakan yang paling lemah dibanding negara lain
di Asia Tenggara dalam hal ketersediaan infrastruktur. Padahal, peningkatan
infrastruktur merupakan program pilihan kedelapan yang ditetapkan Presiden SBY
dari 15 program pilihan yang wajib diimplementasikan dalam jangka waktu 100
hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu II. Namun, setelah satu tahun berlalu,
pembangunan infrastruktur relatif berjalan lambat di Indonesia.
Tabel 1
Kinerja Presiden SBY Dibanding Era Megawati, 2002-2010
(rata-rata per tahun) Indikator ekonomi & sosial
|
Megawati-Hamzah Haz
|
SBY-JK
|
SBY-Boediono
|
Tahun 2002-2004
|
Tahun 2004-2009
|
Tahun 2009-2010
|
|
Pertumbuhan PDB (%)
|
4,77
|
5,51
|
5,2
|
Kemiskinan (%)
|
17,43
|
16,09
|
13,74
|
Pengangguran (%)
|
9,53
|
9,46
|
7,64
|
Sumber:
Sumber: BPS (2010); Kuncoro (2009)
F.
Saran
Sebagai warga negara
Indonesia, kita harus turut serta mendukung pelaksanakan kebijakan-kebijakan
ekonomi makro yang telah dibuat. Pemerintah juga seharusnya tidak melihat
dari pertumbuhan ekonomi makro saja, tetapi juga harus memperhatikan pemerataan
kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Sumber:
Case, K. & Fair, R. 2007. Prinsip-prinsip Ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter. 2009. Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2011. Jakarta: Bank Indonesia.
Kuncoro, Mudrajat. 21 Oktober, 2010. Satu Tahun SBY-nomics. Compas.com. (Online),(http://cetak.kompas.com/read/2010/10/21/03040298/satu.tahun.sby-nomics , diakses 23 April 2011).
Sukirno, Sadono. 2004. MAKROEKONOMI. Jakarta: Rajawali Pers.
Yudhoyono, S. & Boediono. 2009. Membangun Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan. Visi, Misi dan Program Aksi. Jakarta:__________, 2010. Kebijakan Ekonomi Makro. (Online), (http://roroadityanovi.blogspot.com/2010/05/kebijakan-ekonomi- makro.html, diakses 23 April 2011).______, 2010. Memahami Makroekonomi. (Online),(http://awalilrizky.blogspot.com/2010/03/memahami-makroekonomi-1-pengenalan-awal.html, diakses 23 April 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar