Sabtu, 11 Oktober 2014

STRATEGI KOPERASI MENUJU ERA GLOBALISASI

Hari Koperasi Indonesia terjadi pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, setelah pergerakan koperasi melakukan Kongres Koperasi. Namun banyak dari kita yang tidak mengetahui jalan cerita adanya hari tersebut. Maka dari itu, saya akan memberikan sedikit ulasan mengenai sejarah dari koperasi di Indonesia.
Sejarah awal koperasi Indonesia yaitu pada abad ke – 20 yang berawal dari hasil usaha yang tidak spontan dari kalangan masyarakat biasa, bahkan para masyarakat kelas atas tidak mengikuti kegiatan ini pada saat itu. Hal ini terjadi ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, menumbuhkan rasa tolong-menolong, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan sesamanya.
Pada tahun 1896 berdiri sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi) oleh seorang Pamong Praja Patih R. Aria Wiria Atmaja di Purwokerto. Beliau mendirikan Bank tersebut atas inspirasi dari Jerman, tujuannya untuk menolong masyarakat yang membutuhkan bantuan ekonomi agar tidak perlu meminjam kepada para lintah darat saat itu dengan bunga yang sangat besar. Inovasi tersebut diteruskan oleh seorang asisten residen Belanda bernama De Wolffvan Westterode, sang asisten meminta agar Bank Pertolongan Tabungan diubah namanya menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian saat sedang singgah ke Jerman dimasa cuti. 
Menurut De Wolffyan Westterode, selain para pegawai negeri ternyata para petani juga membutuhkan banyak bantuan baik dari pendanaan maupun pengelolaan hasil olahan alamnya. Bantuan untuk membeli bibit - bibit untuk menghasilkan beras, pupuk saat penanaman dan lainnya dibutuhkan para petani. Beliau juga meminta agar dibuat lumbung - lumbung padi yang kemudian dijadikan koperasi  bagi para petani, sehingga ketika masa paceklik mereka tidak mengalami kerugian yang besar dan memiliki tempat penyimpanan saat panen. Namun sayangnya, pemerintahan saat itu memiliki pemikiran yang berbeda. Pemerintah menciptakan lumbung - lumbung desa, bank - bank desa, rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian dinamakan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang  dimiliki oleh pemerintah dan dipimpin oleh orang pemerintahan.
Beberapa kendala saat itu yang menyebabkan belum bisa mendirikan koperasi adalah belum adanya informasi mengenai tentang koperasi dari pihak pemerintahan atau badan lainnya, belum ada aturan yang menngatur urusan koperasi dan pemerintah saat itu takut adanya kegiatan politik tersembunyi pada kegiatan koperasi tersebut.
Pemerintahan saat itu mengeluarkan beberapa aturan untuk mengantisipasi terjadinya pendirian koperasi, yaitu :
  • Undang - Undang No. 43 tahun 1915 mengenai Peraturan Perkumpulan Koperasi
  • Peraturan No. 91 tahun 1927 yang mengatur perkumpulan – perkumpulan koperasi oleh kalangan Bumiputra
  • Peraturan No. 21 tahun 1933 mengenai Peraturan Umu Perkumpulan – Perkumpulan Koperasi yang dibuat oleh Pemerintah Hindia – Belanda. 
Peraturan itu buat sesuai dengan tingkatan golongan masyarakat saat itu, sehingga masyarakat tidak melakukan penyelewengan.
Tahun 1908 Dr. Sutomo mendirikan sekolah Budi Utomo yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan koperasi pada masa itu. Beliau memberikan peran untuk memperbaiki kehidupan masyarakat saat itu. Pada tahun 1915 membuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging dan tahun 1927 peraturan Regeling Inlandschhe Cooperatieve. Serta pada tahun 1927 membuat Serikat Dagang Islam yang bertujuan untuk memperjuangka usaha – usaha pribumi, lalu berdirilah Partai Nasional Indonesia untuk menyebarluaskan semangat koperasi.
Namun saat tahun 1933 UU No. 431 mematikan semangat koperasi ini, hingga pada tahun 1942 Jepang datang ke Indonesia dan mendirikan sebuah koperasi yang bernama koperasi kumiyai. Sayangnya pendirian itu hanyalah kedok belaka dari Jepang, karena akhirnya Jepang menjadikan koperasi tersebut sebagai ladang uang untuk dimanfaatkan dan diakhir merugikan masyarakat.
A.   Globalisasi Ekonomi
Globalisasi ekonomi bisa dikatakan sebagai arus ekonomi liberal, yang menurut Mubyarto mengandung pembelajaran tentang paham ekonomi Neoklasik Barat yang lebih cocok untuk menumbuhkan ekonomi, tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan. Era globalisasi bertumpu pada tiga pilar, yakni: liberalisasi, perdagangan, dan investasi. Apabila ditelusuri lebih mendalam, proses globalisasi ekonomi didorong oleh dua faktor, yakni: teknologi (yang meliputi teknologi komunikasi, transportasi, informasi, dan sebagainya) dan liberalisme.
Keistimewaan koperasi sendiri ialah tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak suara sama. Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi ternyata dapat memberi laba finansial, semua pihak akan turut menikmati laba tersebut.
Di banyak negara maju, koperasi sudah menjadi bagian dari sistem perekonomian. Koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar. Dengan demikian koperasi tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar, dan ternyata koperasi juga bisa bersaing dalam sistem pasar bebas, dengan lebih menerapkan asas kerjasama dari pada persaingan. Di negara maju, kebanyakan koperasi tidak dipengaruhi politik. Kegiatan koperasi di negara maju adalah murni kegiatan ekonomi, sehingga sudah terbiasa menjalankan aktivitas ekonomi dalam kondisi persaingan.
Lain halnya dengan negara yang sedang berkembang, di beberapa negara, termasuk Indonesia, koperasi dibentuk dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakan pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini yang membuat peranan pemerintah terkait dengan perkoperasian terlihat menonjol dan unsur politik juga tidak lepas dari perkoperasian. Hal ini mengakibatkan terjadinya kebergantungan yang tinggi kepada pemerintah, sehingga potensi kegagalan koperasi untuk berkembang secara mandiri juga tinggi.
Untuk mengembangkan koperasi banyak hal yang perlu dibenahi, baik keadaan internal maupun eksternal. Di sisi internal, dalam tubuh koperasi masih banyak virus yang merugikan. Yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan koperasi sebagai wahana sosial politik. Manuver koperasi pada akhirnya bukan ditujukan untuk kemajuan koperasi dan kesejahteraan anggota, melainkan untuk keuntungan politis kelompok tertentu. Sebagai contoh, misalnya KUD (Koperasi Unit Desa) diplesetkan menjadi "Ketua Untung Dulu", tentunya menggambarkan yang diuntungkan koperasi adalah para elit pengurusnya (Indra Ismawan, 2001). Parahnya lagi para pengurus koperasi kadangkala merangkap jabatan birokratis, politis atau jabatan kemasyarakatan, sehingga terjadinya konflik peran. Konflik yang berlatarbelakang non-koperasi dapat terbawa kedalam lembaga koperasi, sehingga mempengaruhi citra koperasi. Dari sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas pemerintah dalam konteks pengembangan koperasi. Karena sumber daya dan budi daya koperasi lebih di alokasikan untuk menguraikan konflik - konflik sosial politik, maka agenda ekonomi konkret tidak dapat diwujudkan.
B.    Peluang dan Tantangan Koperasi di Era Globalisasi
Pada waktu krisis moneter dan ekonomi menghantam Indonesia, ternyata BUMS dan BUMN/BUMD banyak yang gulung tikar, meninggalkan hutang yang begitu besar. Usaha kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) yang biasanya dianggap tidak penting dan disepelekan justru sebagian besar dapat eksis dalam menghadapi badai krisis. Dengan demikian sektor yang disebut belakangan (UKMK) dapat menjadi pengganjal untuk tidak terjadinya kebangkrutan perekonomian, bahkan sebaliknya dapat diharapkan sebagai moto penggerak roda perekonomian nasional untuk keluar dari krisis. Sebagai misal, banyak peluang pasar yang semula tertutup sekarang menjadi terbuka. Contohnya, akibat mahalnya harga obat, yang sebagian besar masih diimpor, produsen jamu (ada membentuk koperasi) mendapat kesempatan memperlebar pasarnya dari pangsa yang lebih menyerupai “ceruk pasar” menuju kepada pasar yang lebih bermakna.
Seandainya globalisasi benar-benar terwujud sesuai dengan sekenario terjadinya pasar bebas dan persaingan bebas, maka bukan berarti tamatlah riwayat koperasi. Peluang koperasi untuk tetap berperan dalam percaturan perekonomian nasional dan internasional terbuka lebar asalkan koperasi dapat berbenah diri menjadi salah satu pelaku ekonomi (badan usaha) yang kompetitif dibandingkan pelaku ekonomi lainnya. Tantangan untuk pengembangan masa depan memang relative berat, karena kalau tidak dilakukan pemberdayaan dalam koperasi dapat tergusur dalam percaturan persaingan yang makin intens dan mengglobal. Kalau kita lihat ciri - ciri globalisasi dimana pergerakkan barang, modal dan uang demikian bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama, maka tidak ada alasan lagi bagi suatu Negara untuk menidurkan para pelaku ekonomi (termasuk koperasi) yang tidak efisien dan kompetitif.
Koperasi sebagai wahana mobilisasi tidak maju dan perjuangan perekonomian rakyat kecil tidak berjalan. Jadi langkah pembenahan koperasi adalah:
  1. Harus dapat merestrukturisasi hambatan internal, dengan mengkikis habis segala konflik yang ada. Untuk mengembangkan etos dan mentalitas kewirausahaan para pengurus dan anggota koperasi.
  2. Langkah - langkah inovasi usaha perlu terus ditumbuh kembangkan.
  3. Pembenahan manajerial. Manajemen koperasi dimasa datang menghendaki pengarahan fokus terhadap pasar, sistem pencatatan keuangan yang baik, serta perencanaan arus kas dan kebutuhan modal mendatang.
C.    Strategi Koperasi Menuju Era Globalisasi
Sektor usaha kecil dan koperasi mesti harus menjadi prioritas utama pemerintah dalam membangun ekonomi bangsa menuju era globalisasi dengan beberapa strategi:
  1. Perlu adanya perubahan dan pengembangan cara pandang dalam pengelolaan koperasi. Dengan demikian, diharapkan koperasi memiliki daya saing dan sekaligus menjadi daya tarik bagi anggota maupun masyarakat.
  2. Koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada kebutuhan pasar. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman dan tantangan yang semakin global. Untuk itu perbaikan terhadap masalah pengelolaan manajemen dan organisasi perlu terus dilakukan.
  3. Lingkungan internal UMKM dan koperasi harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Di samping itu, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintah, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosial-kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global.
  4. Kita semua harus bersepakat bahwa tujuan pendirian koperasi benar - benar untuk mensejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi, misi dan program kerja yang sesuai, yang merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel. Untuk itu strategi kerja sama antar koperasi maupun kerja sama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan perlu dikembangkan, sehingga koperasi dan UMKM mampu menjadi the bigger is better dan small is beautiful.